“Secara
umum Pendidikan pada hakekatnya adalah suatu proses pembentukan prilaku manusia
secara intelaktual untuk menguasai ilmu pengetahuan, secara emosional untuk
menguasai diri dan secara moral sebagai pendalaman nilai-nilai kemanusiaan yang
tumbuh di masyarakat.”
***
Ketika mendengar tentang
pendidikan, tentu hal pertama yang timbul di benak kita adalah pendidikan
membawa kita dari “kondisi tertindas ke kondisi yang merdeka.” Membentuk karakter,
perilaku etika/moral, itulah sebabnya hingga saat ini pendidikan sangat penting
di kalangan masyarakat. Namun terlihat nihil ketika kita melihat pendidikan
yang sangat liberal di mana-mana, komersialisasi pendidikan, yang berpihak
kepada kapitalis bukan kepada moral pendidikan. Pendidikan sejatinya ialah
untuk membebaskan dari segala penindasan yang terjadi, namun posisi saat ini
berkata lain, pendidikan kita hari ini justru berkata sebaliknya. Ini
dibuktikan dengan regulasi yang di terapkan di dunia pendidikan. Mulai dari nepotisme,
komersialisasi pendidikan Permen 22 tahun 2015 tentang UKT BKT, UU
no 12 tahun 2012 tentang PT- fasilitas kampus yang berbayar; gedung, bus, parkir,
dll. Penyelesaian studi yang mahal, parcel, dan amplop liberal
(Aspek Politik Aspek Budaya Aspek Ekonomi Aspek Sosial), dsb.
Dari fenomena-fenomena
di atas khususnya di dunia pendidikan kita, pendidikan yang sejatinya
mencerdaskan, membebasakan, dan menciptakan manusia merdeka, malah pendidikan
kini menjadi corong masuknya hegemoni kapitalis, dan justru semakin mengajarkan
kita untuk tunduk. Tidak jauh beda dengan pendidikan di Era kolonialisme, dan
pendidikan “gaya bank” seperti yang dikatakan Paulo Freire.
Bukankah hal ini adalah
budaya baru komersialisasi pendidikan? ini menandahkan bahwa komersialisasi di dunia
pendidikan adalah budaya para oknum untuk memetik bunga keuntungan dari bisnis
manis pendidikan yang tanpa landasan konsisten pada rana perguruan tinggi, hal
ini menunjukan bahwa dunia pendidikan hanya memandang perekonomian yang kuat
atau lemah, dan ini membuktikan watak komersial dari system pendidikan.
Jadi tidak usah heran
apabila saat ini sektor pendidikan dianggap menjadi barang dagangan
(dikomersialisasikan), misalnya dapat mengakibatkan kesenjangan ekonomi yang
makin lebar antara yang kaya dan yang miskin. Perubahan ini dapat pula
menyebabkan krisis identitas dan lunturnya nilai-nilai sosial yang selama ini
diagungkan, ketika komersialisasi pendidikan semakin merajalela, kesempatan
belajar bagi masyarakat menengah kebawah akan semakin terenggut, Demokratisasi
pendidikan adalah upaya menjadikan pendidikan sebagai hak dasar setiap warga
negara tanpa memandang status sosial, ekonomi, etnis, agama maupun latar
belakang primordial, demokratis pendidikan juga merupakan upaya menghadirkan
pendidikan yang memberikan kesempatan yang sama kepada warga negara untuk
mencapai tingkat pendidikan sekolah yang setinggi-tingginya sesuai dengan
kemampuannya, nafas demokratisasi pendidikan bersumber dari Pasal 31 UUD
1945 Ayat 1 bahwa “setiap warga negara berhak mendapat pendidikan tinggi” dan
ayat 3 “ Pemerintah wajib mengadakan suatu usaha dan menyelenggarakan satu
sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta
ahklak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa” dan juga di dalam
ideologi pendidikan kita adalah ideologi demokrasi Pancasila, yaitu setiap
warga negara mendapat kebebasan dan hak yang sama dalam mendapatkan pendidikan.
Dalam Pembukaan UUD 1945 pada alinea ke-4, hal ini pun tercermin ada kalimat
“Mencerdaskan kehidupan bangsa”. Sedang mencerdaskan kehidupan bangsa bukan
berarti melalui komersialisasi pendidikan, akan tetapi prestasi. Demokrasi
pendidikan kini kian terperosok, terkikis tenggelam dalam redupnya cahaya di
dunia pendidikan, terjun bebas dalam
kekuasaan, akibatnya tidak sanggup menjalankan permainan harmonis para
birokrat. Hal ini juga biasanya
menjadikan budaya pendidikan politik yang mementingkan oknum tersebut. Hal
seperti ini tak bisa disepelekan. Kini negeri kita seakan kembali pada zaman
penjajahan.
Para generasi kritis
terus coba tuk dihilangkan. Lebih kejamnya, kita terjajah di negeri sendiri,
Mungkinkah kita terus berdiam diri?? Jawabannya adalah “TIDAK.” Melainkan hanya ada satu kata “LAWAN” begitulah
ungkapan sosok sang aktivis Wiji Tukul. Gagasan yang paling mungkin dan harus
terus ditumbuhkan ialah mendorong untuk membangkitkan gerakan kolektif di dunia
pendidikan perguruan tinggi. Bukan Retorika Belaka!!! Gerakan- gerakan
mahasiswa telah menjadi kekuatan penting dalam perubahan praktik politik yang
terjadi di dunia kampus untuk melawan bobroknya tindakan korelasi para elit
kampus dan kaum kapitalis.
Masih banyak
bisnis-bisnis pendidikan yang dilakukan para kaum penindas untuk memuaskan
hasrat mereka dan terus melakukan penindasan kepada dunia pendidikan, dengan
menetapkan kebijakan-kebijakan untuk membungkam para intelektual, terutama pada
kaum menengah kebawah, bukankah pendidikan untuk membebaskan dari kebodohan
secara tidak sadar bukankah ini adalah penindasan pada komersialisasi
pendidikan yang telah berusaha memperkosa perekonomian lemah, meskipun
demikian, kaum tertindas telah menyesuaikan diri dalam struktur penindasan
dimana mereka tenggelam paksa dalam rana komersialisasi pendidika, “Saya Telah
Menegaskan Bahwa, Akan Sunggu-Sungguh Naif Untuk Mengharapkan Elite Penindas
Melaksanakan Pendidikan Yang Membebaskan”, Komersialisasi pendidikan pada era
sekarang sudah tak lagi mementingkan cita-cita bangsa, melainkan bisnis
perdagangan (keuntungan para elit),
Artinya selama ini tidak salah jika kita beranggapan bahwa dunia
pendidikan itu adalah suatu perdagangan atau suatu bisnis yang ingin
menguntungkan pihak yang bersangkutan. Semua tindakan kelas penguasa menunjukan
kepada kepentingannya untuk memecah
belah dan mempermudah pelangsungan kedudukan penindas, bukannya didalam
pendidikan tinggi tidak ada perbedaan,
penguasa, penengah, dan ataupun tertindas, tujuan dimana semua dimensi teori
berkisar dengan cara manipulasi, elite penguasa berusaha membuat pendidik
menyesuaikan diri dengan tujuan-tujuan mereka melainkan juga pada para pemegang
kuasa di universitas yang berlomba-lomba membuka pintu lebar-lebar dan
membiarkan permainan arus kapitalisme dimasukkan kedalam dunia universitas.
“Bobroknya suatu pendidikan ketika memihak kepada kaum kaptalisme”.
Dalam keadaan inilah
seharusnya perlu gerakan kebangkitan pergerakan kolektif di dunia universitas
bersama semua elemen pemuda, berbuat sesuatu atas ketidak adilan kebudayaan
manipulasi para elit terhadap tindakan komersialisasi pendidikan yang berlandaskan
pada kapitalis, gerakan mahasiswa jangan hanya menjadi gerakan massa berkedok
intelektual, tapi Real bukan Brutal. Gerakan mahasiswa seolah mengalami disorientasi, terjebak
dalam romantisasi perjuangan yang
mengalami pengeroposan dan gagal membangun gerakan-gerakan kolektif dalam
merespon isu isu yang terjadi pada komersialisasi pendidikan.
“Lawan penindasan pada
kaum tertindas,
tolak komersialisasi
pendidikan pada para penguasa,
Keberanian untuk Menepis
Komersialisasi Pendidikan, adalah jalan utama untuk kemerdekaan kaum tertindas,
berjuang demi kembalinya Demokrasi pendidikan, melawan pembodohan terhadapa
kaum elit dan membangkitkan kritis mahasiswa”
Salam perjuangan,
panjang umur perlawanan…!!!!!