Senin, 02 Mei 2016

Industri di dunia pendidikan


“Secara umum Pendidikan pada hakekatnya adalah suatu proses pembentukan prilaku manusia secara intelaktual untuk menguasai ilmu pengetahuan, secara emosional untuk menguasai diri dan secara moral sebagai pendalaman nilai-nilai kemanusiaan yang tumbuh di masyarakat.”

***
Ketika mendengar tentang pendidikan, tentu hal pertama yang timbul di benak kita adalah pendidikan membawa kita dari “kondisi tertindas ke kondisi yang merdeka.” Membentuk karakter, perilaku etika/moral, itulah sebabnya hingga saat ini pendidikan sangat penting di kalangan masyarakat. Namun terlihat nihil ketika kita melihat pendidikan yang sangat liberal di mana-mana, komersialisasi pendidikan, yang berpihak kepada kapitalis bukan kepada moral pendidikan. Pendidikan sejatinya ialah untuk membebaskan dari segala penindasan yang terjadi, namun posisi saat ini berkata lain, pendidikan kita hari ini justru berkata sebaliknya. Ini dibuktikan dengan regulasi yang di terapkan di dunia pendidikan. Mulai dari nepotisme, komersialisasi pendidikan    Permen 22 tahun 2015 tentang UKT BKT, UU no 12 tahun 2012 tentang PT- fasilitas kampus yang berbayar; gedung, bus, parkir, dll. Penyelesaian studi yang mahal, parcel, dan amplop   liberal (Aspek Politik Aspek Budaya Aspek Ekonomi Aspek Sosial), dsb.
Dari fenomena-fenomena di atas khususnya di dunia pendidikan kita, pendidikan yang sejatinya mencerdaskan, membebasakan, dan menciptakan manusia merdeka, malah pendidikan kini menjadi corong masuknya hegemoni kapitalis, dan justru semakin mengajarkan kita untuk tunduk. Tidak jauh beda dengan pendidikan di Era kolonialisme, dan pendidikan “gaya bank” seperti yang dikatakan Paulo Freire.
Bukankah hal ini adalah budaya baru komersialisasi pendidikan? ini menandahkan bahwa komersialisasi di dunia pendidikan adalah budaya para oknum untuk memetik bunga keuntungan dari bisnis manis pendidikan yang tanpa landasan konsisten pada rana perguruan tinggi, hal ini menunjukan bahwa dunia pendidikan hanya memandang perekonomian yang kuat atau lemah, dan ini membuktikan watak komersial dari system pendidikan.
Jadi tidak usah heran apabila saat ini sektor pendidikan dianggap menjadi barang dagangan (dikomersialisasikan), misalnya dapat mengakibatkan kesenjangan ekonomi yang makin lebar antara yang kaya dan yang miskin. Perubahan ini dapat pula menyebabkan krisis identitas dan lunturnya nilai-nilai sosial yang selama ini diagungkan, ketika komersialisasi pendidikan semakin merajalela, kesempatan belajar bagi masyarakat menengah kebawah akan semakin terenggut, Demokratisasi pendidikan adalah upaya menjadikan pendidikan sebagai hak dasar setiap warga negara tanpa memandang status sosial, ekonomi, etnis, agama maupun latar belakang primordial, demokratis pendidikan juga merupakan upaya menghadirkan pendidikan yang memberikan kesempatan yang sama kepada warga negara untuk mencapai tingkat pendidikan sekolah yang setinggi-tingginya sesuai dengan kemampuannya, nafas demokratisasi pendidikan bersumber dari Pasal 31 UUD 1945 Ayat 1 bahwa “setiap warga negara berhak mendapat pendidikan tinggi” dan ayat 3 “ Pemerintah wajib mengadakan suatu usaha dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahklak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa” dan juga di dalam ideologi pendidikan kita adalah ideologi demokrasi Pancasila, yaitu setiap warga negara mendapat kebebasan dan hak yang sama dalam mendapatkan pendidikan. Dalam Pembukaan UUD 1945 pada alinea ke-4, hal ini pun tercermin ada kalimat “Mencerdaskan kehidupan bangsa”. Sedang mencerdaskan kehidupan bangsa bukan berarti melalui komersialisasi pendidikan, akan tetapi prestasi. Demokrasi pendidikan kini kian terperosok, terkikis tenggelam dalam redupnya cahaya di dunia pendidikan, terjun bebas dalam  kekuasaan, akibatnya tidak sanggup menjalankan permainan harmonis para birokrat.  Hal ini juga biasanya menjadikan budaya pendidikan politik yang mementingkan oknum tersebut. Hal seperti ini tak bisa disepelekan. Kini negeri kita seakan kembali pada zaman penjajahan. 
Para generasi kritis terus coba tuk dihilangkan. Lebih kejamnya, kita terjajah di negeri sendiri, Mungkinkah kita terus berdiam diri?? Jawabannya adalah “TIDAK.” Melainkan  hanya ada satu kata “LAWAN” begitulah ungkapan sosok sang aktivis Wiji Tukul. Gagasan yang paling mungkin dan harus terus ditumbuhkan ialah mendorong untuk membangkitkan gerakan kolektif di dunia pendidikan perguruan tinggi. Bukan Retorika Belaka!!! Gerakan- gerakan mahasiswa telah menjadi kekuatan penting dalam perubahan praktik politik yang terjadi di dunia kampus untuk melawan bobroknya tindakan korelasi para elit kampus dan kaum kapitalis.
Masih banyak bisnis-bisnis pendidikan yang dilakukan para kaum penindas untuk memuaskan hasrat mereka dan terus melakukan penindasan kepada dunia pendidikan, dengan menetapkan kebijakan-kebijakan untuk membungkam para intelektual, terutama pada kaum menengah kebawah, bukankah pendidikan untuk membebaskan dari kebodohan secara tidak sadar bukankah ini adalah penindasan pada komersialisasi pendidikan yang telah berusaha memperkosa perekonomian lemah, meskipun demikian, kaum tertindas telah menyesuaikan diri dalam struktur penindasan dimana mereka tenggelam paksa dalam rana komersialisasi pendidika, “Saya Telah Menegaskan Bahwa, Akan Sunggu-Sungguh Naif Untuk Mengharapkan Elite Penindas Melaksanakan Pendidikan Yang Membebaskan”, Komersialisasi pendidikan pada era sekarang sudah tak lagi mementingkan cita-cita bangsa, melainkan bisnis perdagangan (keuntungan para elit),  Artinya selama ini tidak salah jika kita beranggapan bahwa dunia pendidikan itu adalah suatu perdagangan atau suatu bisnis yang ingin menguntungkan pihak yang bersangkutan. Semua tindakan kelas penguasa menunjukan kepada kepentingannya untuk memecah  belah dan mempermudah pelangsungan kedudukan penindas, bukannya didalam pendidikan tinggi  tidak ada perbedaan, penguasa, penengah, dan ataupun tertindas, tujuan dimana semua dimensi teori berkisar dengan cara manipulasi, elite penguasa berusaha membuat pendidik menyesuaikan diri dengan tujuan-tujuan mereka melainkan juga pada para pemegang kuasa di universitas yang berlomba-lomba membuka pintu lebar-lebar dan membiarkan permainan arus kapitalisme dimasukkan kedalam dunia universitas. “Bobroknya suatu pendidikan ketika memihak kepada kaum kaptalisme”.
Dalam keadaan inilah seharusnya perlu gerakan kebangkitan pergerakan kolektif di dunia universitas bersama semua elemen pemuda, berbuat sesuatu atas ketidak adilan kebudayaan manipulasi para elit terhadap tindakan komersialisasi pendidikan yang berlandaskan pada kapitalis, gerakan mahasiswa jangan hanya menjadi gerakan massa berkedok intelektual, tapi Real bukan Brutal. Gerakan mahasiswa  seolah mengalami disorientasi,  terjebak  dalam romantisasi perjuangan  yang mengalami pengeroposan dan gagal membangun gerakan-gerakan kolektif dalam merespon isu isu yang terjadi pada komersialisasi pendidikan.
“Lawan penindasan pada kaum tertindas,
tolak komersialisasi pendidikan pada para penguasa,
Keberanian untuk Menepis Komersialisasi Pendidikan, adalah jalan utama untuk kemerdekaan kaum tertindas, berjuang demi kembalinya Demokrasi pendidikan, melawan pembodohan terhadapa kaum elit dan membangkitkan kritis mahasiswa”
Salam perjuangan, panjang umur perlawanan…!!!!!